Hai
kawan, anda pasti sudah tahu dengan yang namanya Hatta Rajasa, yang sekarang
mencalonkan menjadi cawapres mendampingan Prabowo dalam kontes pemilu capres
2014. Dimana sebelumnya dia pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator
Perekonomian.
Di
beberapa media massa dia pernah menyatakan bahwa jumlah pengusaha yang ada di
Indonesia ini masih terlalu sedikit jumlahnya, harusnya jumlah pengusaha yang
ideal bagi suatu negara adalah 2% dari semua total jumlah penduduk negara itu.
Dan untuk negara kita Indonesia, jumlah pengusaha jumlahnya hanya mencapai
sekitar 1% saja.
Rupanya,
Cak Imin atau Muhaimin Iskandar yang saat itu menjabat sebagai Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, sependapat dengan pernyataan Hatta Rajasa itu. Bahkan menurut Cak Imin, jumlah pengusaha di
Indonesia berada di bawah 1% dari jumlah total penduudk Indonesia.
Saya
sendiri tidak begitu peduli dengan data mana yang harus saya yakini
kebenarannya,saya tidak peduli dengan data itu, yang jelas realita sekarang
adalah masih sedikitnya jumlah pengusaha yang ada di Indonesia.
Nah
saya ingin menyoroti masalah ini, dimana jumlah pengusaha yang sedikit ini
rupanya bisa mempengaruhi terjadi banyaknya pengangguran di negara kita ini.
Coba saja kita lihat negara maju seperti Singapura dan Jepang, penduduk mereka
memiliki jumlah para pengusaha yang terbilang banyak, sampai 7% dan 10%. Bahkan
Amerika Serikat pun jumlah pengusahanya lebih banyak lagi yaitu sekitar 12%.
Artinya bisa kita lihat bahwa di negara maju kebanyakan penduduknya minat untuk
menjadi pengusaha, bukan menjadi PNS.
Berbeda
dengan penduduk negara kita. Dimana kebanyakan dari kita masih memiliki minat
yang tinggi untuk menjadi PNS. Alasannya adalah dalam mindset dan pikiran kita
sudah tertanam bahwa yang namanya PNS itu merupakan suatu pekerjaan yang sangat menjanjikan, aman, tenang, dan
terhormat.
Tingginya
minat masyarakat kita untuk menjadi PNS bisa anda sadari sendiri bukan. Jika
tidak sadar, mungkin ini buktinya seperti yang terjadi di Jakasrta beberapa
waktu yang lalu, ketika itu terjadi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan
oleh para kepala desa yang menuntut agar diangkat menjadi PNS.
Saya
tidak habis pikir, kenapa mereka melakukan itu, padahal selama mereka menjadi
kepala desa itu sudah diberikan fasilitas tanah bengkok yang sangat luas
sekali, ditambah lagi dengan gaji honor-honor lainnya yang diberikan pemerintah
kepada mereka.
Kasus
itu semakin membuat saya yakin bahwa kebanyakan mindset kita, mindset orang
Indonesia masih terpaku dan berkutat dalam keinginan menjadi seorang PNS. Tidak
menutup kemungkinan juga di keluarga saya, orang tua PNS dua-duanya, sering
sekali mendoktrin saya untuk bisa menjadi PNS seperti mereka. Jika saya di
kemudian hari gagal untuk menjadi PNS, setidaknya ada harapan kedua yaitu
menjadi pegawai di sebuah perusahaan. Itu saja. Mungkin di keluarga anda tidak
jauh berbeda, tapi bisa saja berbeda. Yang jelas intinya kebanyakan masyarakat
Indonesia, dimana para orang tuanya menuntuk kepada anaknya untuk menjadi
seorang pekerja, utamanya PNS jika tidak ya karyawan swastaa.
Begitu
pula yang terjadi hampir semua instansi dan lembaga pendidikan di Indonesia,
kebanyakan kurikulumnya yang diapakai berorientasi pada "how to
work", bukan mengejarkan sesuatu yang berorientasi pada "how to
create a work". Hanya sedikit saja mata pelajaran yang mengajarkan anak
siswanya mempelajari sesuatu yang berorientasi pada kreatifitas dan inovasi,
misalnya kesenian, anyaman, dan mata pelajaran itu biasanya tidak menjadi
favorit hanya menjadi mata pelajaran saja. Kita bisa lihat sendiri dan
mengalami fenomena itu bukan?
Di
lembaga pendidikan kita, terlalu mengajarkan doktrin untuk taat dan patuh pada
pedoman buku dan teori. Sedangkan yang terjadi adalah ketika praktik, justru
terjadi kesenjangan atau gap antara teori dan praktek. Itu biasa kita alami
juga bukan?
Fenomena
lainnya yang terjadi pada masyarakat kita adalah ketika pemerintah membuka
lowongan dan pendaftaran CPNS, bisa kita lihat begitu banyaknya peserta yang
mengikuti tes cpns, ribuan, bahkan jutaan ribu anak bangsa yang ingin menjadi
PNS. Bahkan mereka rela membayar berapapun, bahkan sampai menjual rumah, hanya
untuk menjadi seorang PNS. Padahal mereka datang dan berasal dari beberapa
perguruan tinggi yang elite, jurusan favorit, sampai rela berjuang mati-matian,
beramai-ramai, berdesak-desakan, hanya untuk menjadi seorang PNS. Tidak salah
memang, karena PNS merupakan suatu pekerjaan halal. Begitulah realita mindset
masyarakat Indonesia yang masih memiliki minat tinggi untuk menjadi PNS,
sedangkan yang berminat menggeluti dunia bisnis dan usaha masih berjumlah
sangat sedikit.
Kebanyakan
dari kita, menganggap bahwa menjadi PNS itu enak, santai dan nyaman. Padahal
belum tentu kawan. Itu tergantung. Tergantung darimana kita memandang dan
tergantung darimana kita berada, dan tergantung tipe yang seperti apa kita ini.
Jika
anda termasuk orang yang senang bersantai, nyaman dengan segala rutinitas yang
sama setiap hari, betah berduduk-duduk, taat dan patuh pada atasan, senang
diperintah, berarti anda memang cocok untuk menjadi seorang PNS.
Namun
jika anda termasuk orang yang berkebalikan dengan itu semua, anda suka
bertualang, anda suka dengan hal-hal kreatif, tidak suka diperintah atasan,
tidak suka didoktrin atasan, mudah bosan dengan segala rutinitas sama setiap
harinya, maka anda tidaklah cocok untuk menjadi seorang PNS. Saya ingin
memberikan saja, jika anda tipe orang yang seperti itu, lebih baik jangan mau
menjadi PNS. Sebab beribu-ribu ide kreatif yang anda miliki dan pengembangan
diri anda hanya akan terpenjara dalam penjara birokrasi dan budaya kerja.
Menurut saya sangat membosankan jika dihadapkan dengan kondisi semacam itu.
Tapi semuanya terserah anda, anda sebagai supir yang mengendalikan hidup anda,
terserah mau meilih mana, masih mau menjadi PNS atau tidak.
Saya
sering berinteraksi dengan teman-teman saya yang sudah menjadi PNS. Ketika
mengobrol dan sharing dengan mereka, sering sekali mendapat keluhan, kebosanan
dan kejenuhan yang menguasai kehidupan mereka. Mereka sangat sering
membayangkan beta
Ketika
berbincang dengan rekan-rekan saya sesama PNS, kami sering membayangkan betapa
enak dan nyamannya menjadi seorang pa enaknya menjadi seorang wirausaha,
pebisnis, pengusaha. Bahkan mereka sering memikirkan bagaimana cara suapaya
bisa resign dari pekerjaan PNS mereka dan
ingin merintis usaha.
Tentu
anda pun sudah tahu, jika menjadi pengusaha nantinya anda bisa menggunakan
kreatifitas anda secara penuh dan mutlak, bebas mau melakukan kegatan apapun,
dimanapun dan kapanpun sekehendak hati anda, dan yang paling utama adalah tidak
menjadi seorang kacung bos. Sebab seorang bisnisman, pengusaha, wirausahawan
itu bisa mengeluarkan semua ide dan unek-unek mereka, berbeda dengan menjadi
PNS yang selalu saja terjadi gap, bentrokan dan benturan ide dan unek-unek kita dengan kemauan dan kehendak atasan dan aturan
yang mengikat.
Saya
terinspirasi oleh seseorang yang bernama Pak Kuwat. Ini cerita nyata, saya
percaya bahwa cerita ini tidak hanya terjadi pada Pak Kuwat saja, bahkan banyak
orang-orang yang mengalami cerita seperti Pak Kuwat.
Lanjut
Cerita, Pak Kuwat ini adalah orang yang sangat berpendirian teguh. Pak Kuwat
ini adalah salah seorang terkaya di suatu desa. Padahal dulunya dia berasal
dari keluarga yang tidak kaya.
Pak
Kuwat ini merintis usahanya menjadi pengepul kayu. Memang kondisi di desanya
itu sebagian besar penduduknya memiliki lahan pertanian yang sangat luas.
Banyak sekali beragam tanaman musiman ataupun tanaman tahunan yang ditanami
diatas lahan-lahan luas milik warga desa tersebut.
Dari
hasil panen tanaman musiman, biasanya para warga menjualnya ke pasar
tradisional yang jaraknya 7 km dari pusat desa. Sedangkan untuk hasil panen
dari tanaman tahunan seperti sengon, jati dan mahoni, biasanya mereka
menjualnya ke perusahaan besar penyedia balok kayu, lagi-lagi jaraknya sangat
jauh dari desa.
Nah,
melihat kondisi itu, Pak Kuwat melihat adanya peluang bisnis. Langsung saja dia
turun ke lapangan untuk menjadi pengepul kayu hasil panen dari pertanian para
warga desa.
Pak
Kuwat sepertinya hanya berfokus kepada pengepul kayu keras, sebab sektor kayu
keras biasanya yang paling banyak memberikan keuntungan. Istrinya sendiri, yang
melihat Pak Kuwat seperti itu, merasa tak mau kalah, bahkan istrinya pun ikut
ambil bagian dalam bisnis itu. Istrinya pun langsung terjun ke lapangan cuman
fokusnya hanya menjadi pengepul pisang dari para warga desa. Dan hingga kini,
istrinya menjadi salah satu pemasok buah isang yang paling utama di berbagai
pasar-pasar tradisional.
Detik-detik
berganti dengan detik, menitpun silih berganti, hari-haripun berganti, tapi
usaha bisnis yang dijalankan Pak Kuwat dan istrinya ini semakin meningkat dan
berkembang.Tidak hanya itu, perkembangan bisnisnya menyebar luas ke berbagai
sektor, banyak membeli lahan, dan menjadikannya sebagai lahan untuk ditanami
tumbuhan berdaya jual tinggi. Membuat peternakan ayam daging dan petelur.
Hasilnya sangat fantastis sekali. Maju. Berkembang. Dan meningkat. Dengan usaha
kerasnya itu, mereka berdua merupakan orang yang paling pertama kali bisa
menunaikan ibadah haji ke tanah suci. so amazing!
Udin,
sebut saja nama anaknya Pak Kuwat adalah Udin. Udin menjadi seornag ruan tinggi
di salah satu kota besar. Tepatnya dia kuliah dengan mengambil jurusan
manajemen. Sepertinya dia akan meneruskan usaha orang tuanya itu.
Namun
setelah saya berbincang-bincang Pak Kuwat, disela-sela waktu silaturahmi
keluarga Pak Kuwat ke keluarga saya, saya menanyakan mengenai Udin anaknya,
saya memberanikan diri bertanya apakah Udin ini nanti jika lulus kuliah kelak
pasti akan meneruskan usaha orangtuanya dan pastinya akan semakin maju lagi
dengan kehadiran Udin di bisnisnya itu karena Udin belajar manajemen dan bisa
menerapkannya dengan usaha orang tuanya itu.
Aneh
diluar dugaan saya, Pak Kuwat malah memberikan jawaban lain. Pak Kuwat malah tidak
ingin anaknya itu mengikuti jejak orangtuanya yang hidupnya susah, melakukan
kegiatan dengan berpanas-panasan ke berbagai tempat, kotor-kotoran di berbagai
lahan pertanian. Usaha itu capek sekali. Dan dia merasa kasihan jika nantinya
Udin seperti Pak Kuwat.
Saya
semakin tidak sependapat dengan pemikiran beliau itu, padahal enakan Pak Kuwat
bekerja dengan bebasnya tanpa ada bos yang mengatur dan mendoktrinnya. Pak
Kuwat bisa melakukan apa saja. Tapi rupanya Pak Kuwat bersikeras, justru enakan
menjadi PNS yang bisa duduk dan bekerja di kantoran, tanpa kepanasan, ruangan
ber-AC, dan uang mengalir begitu saja. Beda dengan kondisi Pak Kuwat yang harus
mencari uang kemana-mana dengan susah payah dan kepanasan.
Yasudahlah,
saya tidak mau melanjutkan perdebatan ini dengan Pak Kuwat. Dan memang akan
terasa tidak sopan jika saya benar-benar memberanikan diri berdebat soal hal
semacam ini. Tidak etis sepertinya.
Saya
langsung melihat ke arah Udin, saya bertanya kepada Udin bagaimana pandangannya
mengenai hal ini. Dan diapun dengan tegas menjawab bahwa menjadi PNS itu enak
sekali, hidupnya terjamin, penampilannya serba bersih, dia menambahkan
jawabannya bahwa ayahnya, Pak Kuwat itu, sudah mengeluarkan biaya yang sangat
banyak sekali untuk biaya kuliahnya Udin, dan akan terasa rugi sekali ika Udin
menjadi seorang petani atau peternak ayam. Akan rugi jika Udin seperti itu,
begitulah pandangannya Udin.
Tuh
kan, bukti nyata, bahwa Mindset yang telah berakar dan tertanam di dalam
hatinya Udin dan Pak Kuwat adalah PNS. Sepertinya mereka lebih menyukai sebagai
sosok pekerja dari pada pemerintah.
Begitulah
Relita Mindset Orang Indonesia : Enaknya menjadi PNS. Selanjutnya terserah
anda, mau menjadi PNS silahkan, mau menjadi pengusaha silahkan, yang penting
halal, dan bisa menjamin kehidupan nada dan cocok dengan karakter dan
kepribadian anda.
Salam
Sukses!
0 komentar:
Post a Comment
Aturan :
✔ Gunain bahasa yang jelas ya bro
✔ Usahain komentarnya relevan ama artikel yang di posting
Makasih.