Thursday, 31 July 2014

Relita Mindset Orang Indonesia : Enaknya menjadi PNS

http://www.mazuqon.com/2014/07/relita-mindset-orang-indonesia-enaknya-menjadi-pns.html
Hai kawan, anda pasti sudah tahu dengan yang namanya Hatta Rajasa, yang sekarang mencalonkan menjadi cawapres mendampingan Prabowo dalam kontes pemilu capres 2014. Dimana sebelumnya dia pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.
Di beberapa media massa dia pernah menyatakan bahwa jumlah pengusaha yang ada di Indonesia ini masih terlalu sedikit jumlahnya, harusnya jumlah pengusaha yang ideal bagi suatu negara adalah 2% dari semua total jumlah penduduk negara itu. Dan untuk negara kita Indonesia, jumlah pengusaha jumlahnya hanya mencapai sekitar 1% saja.
Rupanya, Cak Imin atau Muhaimin Iskandar yang saat itu menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sependapat dengan pernyataan Hatta Rajasa itu.  Bahkan menurut Cak Imin, jumlah pengusaha di Indonesia berada di bawah 1% dari jumlah total penduudk Indonesia.
Saya sendiri tidak begitu peduli dengan data mana yang harus saya yakini kebenarannya,saya tidak peduli dengan data itu, yang jelas realita sekarang adalah masih sedikitnya jumlah pengusaha yang ada di Indonesia.
Nah saya ingin menyoroti masalah ini, dimana jumlah pengusaha yang sedikit ini rupanya bisa mempengaruhi terjadi banyaknya pengangguran di negara kita ini. Coba saja kita lihat negara maju seperti Singapura dan Jepang, penduduk mereka memiliki jumlah para pengusaha yang terbilang banyak, sampai 7% dan 10%. Bahkan Amerika Serikat pun jumlah pengusahanya lebih banyak lagi yaitu sekitar 12%. Artinya bisa kita lihat bahwa di negara maju kebanyakan penduduknya minat untuk menjadi pengusaha, bukan menjadi PNS.
Berbeda dengan penduduk negara kita. Dimana kebanyakan dari kita masih memiliki minat yang tinggi untuk menjadi PNS. Alasannya adalah dalam mindset dan pikiran kita sudah tertanam bahwa yang namanya PNS itu merupakan suatu pekerjaan yang  sangat menjanjikan, aman, tenang, dan terhormat.
Tingginya minat masyarakat kita untuk menjadi PNS bisa anda sadari sendiri bukan. Jika tidak sadar, mungkin ini buktinya seperti yang terjadi di Jakasrta beberapa waktu yang lalu, ketika itu terjadi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh para kepala desa yang menuntut agar diangkat menjadi PNS.
Saya tidak habis pikir, kenapa mereka melakukan itu, padahal selama mereka menjadi kepala desa itu sudah diberikan fasilitas tanah bengkok yang sangat luas sekali, ditambah lagi dengan gaji honor-honor lainnya yang diberikan pemerintah kepada mereka.
Kasus itu semakin membuat saya yakin bahwa kebanyakan mindset kita, mindset orang Indonesia masih terpaku dan berkutat dalam keinginan menjadi seorang PNS. Tidak menutup kemungkinan juga di keluarga saya, orang tua PNS dua-duanya, sering sekali mendoktrin saya untuk bisa menjadi PNS seperti mereka. Jika saya di kemudian hari gagal untuk menjadi PNS, setidaknya ada harapan kedua yaitu menjadi pegawai di sebuah perusahaan. Itu saja. Mungkin di keluarga anda tidak jauh berbeda, tapi bisa saja berbeda. Yang jelas intinya kebanyakan masyarakat Indonesia, dimana para orang tuanya menuntuk kepada anaknya untuk menjadi seorang pekerja, utamanya PNS jika tidak ya karyawan swastaa.
Begitu pula yang terjadi hampir semua instansi dan lembaga pendidikan di Indonesia, kebanyakan kurikulumnya yang diapakai berorientasi pada "how to work", bukan mengejarkan sesuatu yang berorientasi pada "how to create a work". Hanya sedikit saja mata pelajaran yang mengajarkan anak siswanya mempelajari sesuatu yang berorientasi pada kreatifitas dan inovasi, misalnya kesenian, anyaman, dan mata pelajaran itu biasanya tidak menjadi favorit hanya menjadi mata pelajaran saja. Kita bisa lihat sendiri dan mengalami fenomena itu bukan?
Di lembaga pendidikan kita, terlalu mengajarkan doktrin untuk taat dan patuh pada pedoman buku dan teori. Sedangkan yang terjadi adalah ketika praktik, justru terjadi kesenjangan atau gap antara teori dan praktek. Itu biasa kita alami juga bukan?
Fenomena lainnya yang terjadi pada masyarakat kita adalah ketika pemerintah membuka lowongan dan pendaftaran CPNS, bisa kita lihat begitu banyaknya peserta yang mengikuti tes cpns, ribuan, bahkan jutaan ribu anak bangsa yang ingin menjadi PNS. Bahkan mereka rela membayar berapapun, bahkan sampai menjual rumah, hanya untuk menjadi seorang PNS. Padahal mereka datang dan berasal dari beberapa perguruan tinggi yang elite, jurusan favorit, sampai rela berjuang mati-matian, beramai-ramai, berdesak-desakan, hanya untuk menjadi seorang PNS. Tidak salah memang, karena PNS merupakan suatu pekerjaan halal. Begitulah realita mindset masyarakat Indonesia yang masih memiliki minat tinggi untuk menjadi PNS, sedangkan yang berminat menggeluti dunia bisnis dan usaha masih berjumlah sangat sedikit.
Kebanyakan dari kita, menganggap bahwa menjadi PNS itu enak, santai dan nyaman. Padahal belum tentu kawan. Itu tergantung. Tergantung darimana kita memandang dan tergantung darimana kita berada, dan tergantung tipe yang seperti apa kita ini.
Jika anda termasuk orang yang senang bersantai, nyaman dengan segala rutinitas yang sama setiap hari, betah berduduk-duduk, taat dan patuh pada atasan, senang diperintah, berarti anda memang cocok untuk menjadi seorang PNS.
Namun jika anda termasuk orang yang berkebalikan dengan itu semua, anda suka bertualang, anda suka dengan hal-hal kreatif, tidak suka diperintah atasan, tidak suka didoktrin atasan, mudah bosan dengan segala rutinitas sama setiap harinya, maka anda tidaklah cocok untuk menjadi seorang PNS. Saya ingin memberikan saja, jika anda tipe orang yang seperti itu, lebih baik jangan mau menjadi PNS. Sebab beribu-ribu ide kreatif yang anda miliki dan pengembangan diri anda hanya akan terpenjara dalam penjara birokrasi dan budaya kerja. Menurut saya sangat membosankan jika dihadapkan dengan kondisi semacam itu. Tapi semuanya terserah anda, anda sebagai supir yang mengendalikan hidup anda, terserah mau meilih mana, masih mau menjadi PNS atau tidak.
Saya sering berinteraksi dengan teman-teman saya yang sudah menjadi PNS. Ketika mengobrol dan sharing dengan mereka, sering sekali mendapat keluhan, kebosanan dan kejenuhan yang menguasai kehidupan mereka. Mereka sangat sering membayangkan beta
Ketika berbincang dengan rekan-rekan saya sesama PNS, kami sering membayangkan betapa enak dan nyamannya menjadi seorang pa enaknya menjadi seorang wirausaha, pebisnis, pengusaha. Bahkan mereka sering memikirkan bagaimana cara suapaya bisa resign  dari pekerjaan PNS mereka dan ingin merintis usaha.
Tentu anda pun sudah tahu, jika menjadi pengusaha nantinya anda bisa menggunakan kreatifitas anda secara penuh dan mutlak, bebas mau melakukan kegatan apapun, dimanapun dan kapanpun sekehendak hati anda, dan yang paling utama adalah tidak menjadi seorang kacung bos. Sebab seorang bisnisman, pengusaha, wirausahawan itu bisa mengeluarkan semua ide dan unek-unek mereka, berbeda dengan menjadi PNS yang selalu saja terjadi gap, bentrokan dan benturan ide dan unek-unek kita  dengan kemauan dan kehendak atasan dan aturan yang mengikat.
Saya terinspirasi oleh seseorang yang bernama Pak Kuwat. Ini cerita nyata, saya percaya bahwa cerita ini tidak hanya terjadi pada Pak Kuwat saja, bahkan banyak orang-orang yang mengalami cerita seperti Pak Kuwat.
Lanjut Cerita, Pak Kuwat ini adalah orang yang sangat berpendirian teguh. Pak Kuwat ini adalah salah seorang terkaya di suatu desa. Padahal dulunya dia berasal dari keluarga yang tidak kaya.
Pak Kuwat ini merintis usahanya menjadi pengepul kayu. Memang kondisi di desanya itu sebagian besar penduduknya memiliki lahan pertanian yang sangat luas. Banyak sekali beragam tanaman musiman ataupun tanaman tahunan yang ditanami diatas lahan-lahan luas milik warga desa tersebut.
Dari hasil panen tanaman musiman, biasanya para warga menjualnya ke pasar tradisional yang jaraknya 7 km dari pusat desa. Sedangkan untuk hasil panen dari tanaman tahunan seperti sengon, jati dan mahoni, biasanya mereka menjualnya ke perusahaan besar penyedia balok kayu, lagi-lagi jaraknya sangat jauh dari desa.
Nah, melihat kondisi itu, Pak Kuwat melihat adanya peluang bisnis. Langsung saja dia turun ke lapangan untuk menjadi pengepul kayu hasil panen dari pertanian para warga desa.
Pak Kuwat sepertinya hanya berfokus kepada pengepul kayu keras, sebab sektor kayu keras biasanya yang paling banyak memberikan keuntungan. Istrinya sendiri, yang melihat Pak Kuwat seperti itu, merasa tak mau kalah, bahkan istrinya pun ikut ambil bagian dalam bisnis itu. Istrinya pun langsung terjun ke lapangan cuman fokusnya hanya menjadi pengepul pisang dari para warga desa. Dan hingga kini, istrinya menjadi salah satu pemasok buah isang yang paling utama di berbagai pasar-pasar tradisional.
Detik-detik berganti dengan detik, menitpun silih berganti, hari-haripun berganti, tapi usaha bisnis yang dijalankan Pak Kuwat dan istrinya ini semakin meningkat dan berkembang.Tidak hanya itu, perkembangan bisnisnya menyebar luas ke berbagai sektor, banyak membeli lahan, dan menjadikannya sebagai lahan untuk ditanami tumbuhan berdaya jual tinggi. Membuat peternakan ayam daging dan petelur. Hasilnya sangat fantastis sekali. Maju. Berkembang. Dan meningkat. Dengan usaha kerasnya itu, mereka berdua merupakan orang yang paling pertama kali bisa menunaikan ibadah haji ke tanah suci. so amazing!
Udin, sebut saja nama anaknya Pak Kuwat adalah Udin. Udin menjadi seornag ruan tinggi di salah satu kota besar. Tepatnya dia kuliah dengan mengambil jurusan manajemen. Sepertinya dia akan meneruskan usaha orang tuanya itu.
Namun setelah saya berbincang-bincang Pak Kuwat, disela-sela waktu silaturahmi keluarga Pak Kuwat ke keluarga saya, saya menanyakan mengenai Udin anaknya, saya memberanikan diri bertanya apakah Udin ini nanti jika lulus kuliah kelak pasti akan meneruskan usaha orangtuanya dan pastinya akan semakin maju lagi dengan kehadiran Udin di bisnisnya itu karena Udin belajar manajemen dan bisa menerapkannya dengan usaha orang tuanya itu.
Aneh diluar dugaan saya, Pak Kuwat malah memberikan jawaban lain. Pak Kuwat malah tidak ingin anaknya itu mengikuti jejak orangtuanya yang hidupnya susah, melakukan kegiatan dengan berpanas-panasan ke berbagai tempat, kotor-kotoran di berbagai lahan pertanian. Usaha itu capek sekali. Dan dia merasa kasihan jika nantinya Udin seperti Pak Kuwat.
Saya semakin tidak sependapat dengan pemikiran beliau itu, padahal enakan Pak Kuwat bekerja dengan bebasnya tanpa ada bos yang mengatur dan mendoktrinnya. Pak Kuwat bisa melakukan apa saja. Tapi rupanya Pak Kuwat bersikeras, justru enakan menjadi PNS yang bisa duduk dan bekerja di kantoran, tanpa kepanasan, ruangan ber-AC, dan uang mengalir begitu saja. Beda dengan kondisi Pak Kuwat yang harus mencari uang kemana-mana dengan susah payah dan kepanasan.
Yasudahlah, saya tidak mau melanjutkan perdebatan ini dengan Pak Kuwat. Dan memang akan terasa tidak sopan jika saya benar-benar memberanikan diri berdebat soal hal semacam ini. Tidak etis sepertinya.
Saya langsung melihat ke arah Udin, saya bertanya kepada Udin bagaimana pandangannya mengenai hal ini. Dan diapun dengan tegas menjawab bahwa menjadi PNS itu enak sekali, hidupnya terjamin, penampilannya serba bersih, dia menambahkan jawabannya bahwa ayahnya, Pak Kuwat itu, sudah mengeluarkan biaya yang sangat banyak sekali untuk biaya kuliahnya Udin, dan akan terasa rugi sekali ika Udin menjadi seorang petani atau peternak ayam. Akan rugi jika Udin seperti itu, begitulah pandangannya Udin.
Tuh kan, bukti nyata, bahwa Mindset yang telah berakar dan tertanam di dalam hatinya Udin dan Pak Kuwat adalah PNS. Sepertinya mereka lebih menyukai sebagai sosok pekerja dari pada pemerintah.
Begitulah Relita Mindset Orang Indonesia : Enaknya menjadi PNS. Selanjutnya terserah anda, mau menjadi PNS silahkan, mau menjadi pengusaha silahkan, yang penting halal, dan bisa menjamin kehidupan nada dan cocok dengan karakter dan kepribadian anda.

Salam Sukses!

0 komentar:

Post a Comment

Aturan :
✔ Gunain bahasa yang jelas ya bro
✔ Usahain komentarnya relevan ama artikel yang di posting
Makasih.

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com