Monday, 25 May 2015

Sinopsis dan Review Film “Beautiful Mind” John Nash


Film ini diangkat dari sebuah novel karya Sylvia Nassar dengan judul yang sama "Beautiful Mind". Sama-sama nyeritain seorang anak manusia yang dikasih karunia kelebihan oleh tuhan. Anak manusia itu sangat tampan, perawakan gagah, tegap, sangat jenius luar biasa, dan dikasih istri cantik, seksi dan cerdas keturunan ningrat pula. Percecto!

Tentu antara tulisan di novel dan di film terjadi perbedaan sedikit-sedikit, dan disini mazuqon.com akan coba kasih komentar perbedaan novrl dan filmnya "Beatufil Mind".

Dan sepertinya emang udah hukum alam kalau yang namanya novel itu susah dituangkan dalam bentuk film secara utuh dan komplit. Soalnya masih banyak juga beberapa adegan yang susah untuk difilmkan dan divisualisasikan. Pun demikian dengan film ini. film ini tidak menceritakan masa kecil John Nash, gimana nakanlnya dia, hubungan antara dia dan keluarganya pun gak diceritain.
Tapi secara umum film ini memang sangat menarik untuk ditonton, sebab banyak sekali inspirasi yang bisa kita pelajari dari orang yang memang telah berjasa dalam kehidupan kita secara gak langsung.

Jadi walaupun certa di filmnya tidak selengkap dengan cerita di novelnya, maka kalau kamu masih penasaran dengan kisah hidup John Nash, mending beli aja novelnya deh.
Dari film ini saya bisa menangkap dua karakter penting. Yaitu karakter John Nash dan istrinya, Alicia.

John Forbes Nash Jr. seorang jenius yang menghasilkan banyak sekali karya, diantaranya : penemu Teori Permainan (Game Theory), penemu perilaku rasional, matematikawan yang menjabarkan ekuilibrium atau kesetimbangan Nash yang merupakan solusi ekonomi yang lebih canggih daripada metafora Invisible Hand oleh ekonom terkemuka Adam Smith, Nash pula pernah mengembangkan metode-metode penyelesaian diferensial parsial yang lebih sempurna.

Pria tampan nan gagah ini merupakan salah satu mahasiswa Princeton University yang memulai kuliahnya pada September 1947. Di sekolah para jenius itu, Nash sekamar dengan Charles, teman terbaik yang banyak mendukung studinya. John Forbes Nash Jr. yang memiliki nama kesayangan Jonny ini memiliki obsesi untuk menemukan sebuah teorema hasil pemikirannya sendiri (original thinking) tanpa terpengaruh dan bergantung pada teorema yang telah ada. Dia lebih suka belajar dan bereksprimen sendiri ketimbang hadir di kelas yang menurutnya memuakkan.

Bertahun-tahun sudah Nash di Princeton, tapi obsesinya belum juga terealisasikan. Nash mulai kalut, teman-teman dan profesor pembimbingnya merasa bahwa itu adalah suatu hal yang menyusahkan diri, kenapa tidak mencari yang mudah saja, toh gelar doktornya masih dapat diraih? Untunglah Nash yang hampir putus asa itu memiliki teman sekamar yang selalu membesarkan hatinya. Charles sering mengajak Nash ke bar. Namun siapa sangka di bar tersebut justru Nash berhasil menemukan solusi untuk teorema yang selama ini dia cari-cari. Sebuah teorema tentang kesetimbangan yang teruji lebih baik dari teoremanya ekonom terkemuka Adam Smith. Saya masih teringat bagaimana ekspresi Nash ketika itu, saya seolah-olah merasakan perasaan Nash saat itu, mungkin persis ketika saya berhasil menemukan sebuah solusi untuk problem solving algorithm, atau bahkan Nash jauh lebih bahagia lagi.

Akhirnya Nash lulus dan mendapatkan gelar doktornya dengan sempurna. Bagi orang sejenius Nash, pastilah banyak institusi yang mencarinya. Namun dia lebih memilih tawaran menjadi staf pengajar di universitas cukup terkenal, MIT. Ups lupa, menceritakan satu hal. Tidak ada gading yang tak retak. Begitu pula Nash, dia tidak suka bersosialisasi, sedikit sombong sehingga menganggap rendah orang lain. Hal inilah yang membuatnya kurang disukai oleh teman apalagi mahasiswa-mahasiswanya. Sikapnya sering acuh tak acuh.

Cerita klimaksnya terjadi ketika dimasa gemilangnya, Nash mendapat ujian hidup dimana ia terserang sebuah penyakit Skizofrenia. Penyakit yang menguasai benaknya. Nash sering mengalami halusinasi yang membuatnya dianggap gila oleh orang lain. Dia ditugasi menjadi agen pemecah kode rahasia yang dikirimkan Rusia pada majalah dan surat kabar untuk mencegah terjadinya perang nuklir. Atas tugasnya itulah Nash sering diincar oleh pasukan musuh. Namun sekali lagi, itu hanya ada dalam benak John Nash. Bagi Nash hal itu adalah nyata.

Penyakitnya kian lama kian parah, walaupun Nash sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit jiwa dan menjalani terapi kejut, Nash belum juga sembuh. Titik baliknya terjadi pada sebuah kejadian dimana Nash mendorong istri dan anaknya dengan bermaksud menyelamatkan mereka dari tembakan, Nash akhirnya sadar bahwa ada yang salah dalam pikirannya (mind). Namun Nash tidak mampu berbuat apa-apa, hidupnya tetap dihantui oleh otoritas benaknya. Kariernya ambruk, ia hampir dilupakan, bahkan mahasiswanya seringkali mengolok-olok tingkah lakunya.

Nash pun dengan keras hati, mencoba melawan halusinasinya. Kadang ia harus bertindak tidak sesuai dengan hati nuraninya, dan itu dilakukannya semata keinginannya yang kuat untuk sembuh. Mencoba membedakan kenyataan dan dunia halusinasinya. Setelah perjalanan yang amat panjang, di sisa-sisa umurnya, akhirnya Nash mendapatkan berbagai keajaiban. Selain sembuh dari penyakit yang membuatnya tak berdaya itu, Nash juga pada Desember 1994 dianugerahi hadiah Nobel atas karyanya yang terdahulu.


Karakter kedua : Alicia Bukan Alyssa yach! (Kalau ini mah, entah anak kesayangannya siapa yach? ^_^). Alicia Larde adalah gadis tercantik di MIT saat itu. Tidak hanya cantik parasnya, dia pun paling pandai diantara mahasiswi yang lain. Gadis serba mapan ini, tersihir oleh pesona Nash. Wajar kali yach! Siapa lagi yang tidak mau sama pria super komplit seperti Nash?

Suatu saat Nash datang ke kelasnya (seperti biasa) dengan membawa buku sangat tebal. Nash segera menutup jendela-jendela kelas untuk mengurangi suara bising dari luar, padahal saat itu cuaca sangat panas. Tentu saja hal ini membuat mahasiswanya kegerahan, sehingga tidak sedikit yang meminta agar jendela dibuka kembali. Namun Nash seolah tidak menghiraukannya.

Alicia dengan pembawaan karakter tenang, kemudian berdiri. Dengan sepatu hak hitamnya yang khas dan menambah feminim parasnya, berani membuka jendela satu persatu. Nash awalnya merasa kesal, namun Alicia menunjukkan kepandaiannya dalam berbicara sehingga Nash terdiam lalu segera melanjutkan kuliahnya, namun sang mahasiswi tak sedikit pun melepaskan pandangannya hingga duduk memandangi sang dosen pujaannya.

Suatu ketika Alicia masuk ke ruangan Nash, sambil menyerahkan tugas, Alicia mengajak sang dosen untuk makan malam. Begitu kaget plus senangnya Nash mendengar hal tersebut. Nash tidak mengira sama sekali ada mahasiswi yang tertarik kepadanya. Yang lucunya, Nash malah belum tahu nama Alicia saat diajak makan malam tersebut. Singkat cerita, Nash akhirnya menikahi Alicia sekitar tahun 1953. Satu pasangan yang serasi. Yang satu professor yang tampan dan satu lagi fisikawan muda yang cantik.

Apa sih yang diinginkan seorang istri setelah memiliki suami yang diidam-idamkannya? Tentunya sebuah keluarga yang bahagia, suami yang terus menyayangi dan melindunginya. Namun semua itu hanya dirasakan sekejap saja oleh Alicia, semua yang diimpikannya terenggut oleh penyakit yang menyiksa sang suami, yang menjatuhkan nama baik Nash, dan menelangsakan hidup mereka. Beruntunglah Nash, sebab selain didampingi oleh wanita tercantik parasnya, cantik kepandaiannya, juga cantik cinta kasih dan kesabarannya.

Disaat istri-istri yang lain mungkin sudah meninggalkan suaminya yang ‘gila’, Alicia justru sebaliknya berusaha menyembuhkan dan memberi semangat kepada sang suami. Alicia harus mengorbankan segalanya, mulai dari jabatan pekerjaannya yang terhormat, hartanya yang melimpah, dan menyerahkan sebagian besar waktunya untuk merawat Nash, dan tentunya (maaf) kebutuhan seksualnya yang terabaikan. Semua itu ia korbankan demi kesembuhan Nash, demi karier sang genius.

Siapapun yang jeli melihat karakter Alicia ini pasti akan terenyuh hatinya. Dan itupun diungkapkan oleh Nash disaat acara ceremonial penerimaan hadiah Nobel. Dengan nada bangga dan menahan tangis haru, Nash yang berdiri di depan podium mengatakan kepada ribuan ilmuwan-ilmuwan dan para hadirin bahwa dia dapat sembuh dan tetap hidup, tidak lain adalah karena perjuangan seorang wanita yang begitu tegar yang sangat berarti baginya, yaitu Alicia. Spontan Alicia tak dapat menahan linangan air matanya. Akhirnya karier yang ia korbankan, masa muda yang ia habiskan, tergantikan oleh kesembuhan sang suami tercinta. Sungguh wanita yang luar biasa.

Walaupun tidak ada efek-efek animasi, efek kamera, apalagi action-action (bagi yang senang film animasi dan action), tapi ada beberapa hal yang patut dipuji untuk film produksi Universal Pictures dan Dream Works ini, diantaranya :

John Forbes Nash Jr. diperankan dengan sangat baik oleh aktor Australia Russel Crowe. Selain wajah dan perawakan yang cukup menyerupai John Nash, Russel Crowe dapat memerankan semua adegan-adegan dengan sempurna, baik ketika dia muda, maupun ketika menjadi seorang yang sudah lanjut. Ekspresinya top degh! Begitupun peran Alicia Nash yang dibawakan oleh Jennifer Connelly

Sang sutradara, mampu menghadirkan latar yang pas, walaupun ada adegan dimana Nash pergi ke bar dan menemukan teori untuk gelar doktornya disana. Padahal dalam novelnya, tidak diceritakan bahwa di kampus Princeton ada sebuah bar untuk berkumpulnya mahasiswa-mahasiswa, yang ada adalah jamuan teh antar pecinta teori permainan, dan matematikawan lainnya. Btw untuk latar yang lainnya, sip!

Theme song dan backsound-nya enak juga, apalagi dapat membangkitkan perasaan haru ketika nada itu mengiringi pengucapan Nash saat menerima penerimaan hadiah Nobel. Hah, jadi membuat saya sedikit menangis haru juga.

Terakhir, salut pada team make-upnya yang mampu mengubah Russel Crowe yang ganteng dan berotot, juga Jennifer Connelly yang cantik dan kulit kencangnya menjadi bener-bener kelihatan tua dengan kulit yang tidak lagi elastis.

Walaupun beberapa cerita sedikit terdistorsi, tapi ini suatu tontonan yang cukup bermanfaat untuk disaksikan. Terutama bagi mereka yang berkecimpung di dunia psikologi, ekonomi, serta ilmu sains lainnya. Oh.. ya! Apalagi bagi kaum hawa, kapanlagi menyaksikan film tentang pria ganteng, gagah, jenius dan kaya serta semua itu benar-benar ada dan terjadi.

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment

Aturan :
✔ Gunain bahasa yang jelas ya bro
✔ Usahain komentarnya relevan ama artikel yang di posting
Makasih.

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com